Selasa, 31 Desember 2013

RATU LAUT SELATAN


          Laut Selatan terkenal dengan keganasan ombaknya. Konon, tidak hanya lautnya saja yang ganas, tetapi juga para penghuninya.
          Siapakah para penghuni Laut Selatan itu?
          Mereka adalah para makhluk halus, para jin dan para siluman. Konon, para makhluk halus ini diperintah oleh seorang ratu yang luar biasa kesaktian dan kecantikannya. Mereka menyebut penguasa Laut Selatan ini “Nyai Roro Kidul” atau “Ratu Laut Selatan”. Siapakah sebenarnya Ratu Laut Selatan itu? Inilah cerita selengkapnya.
          Diceritakan dalam Babad Tanah Jawa, pada zaman dahulu di tanah Jawa pernah berdiri sebuah kerajaan besar. Kerajaan itu bernama Kerajaan Padjajaran. Pada waktu itu, yang memerintah Kerajaan Padjajaran adalah Prabu Banjaransari. Sang Prabu mempunyai beberapa orang putra. Salah satu putra Prabu Banjaransari yang terkenal adalah Raden Mundingwangi dan putrinya yaitu Dewi Angin-angin.
          Semestinya, Sang Prabu pantas berbahagia karena mempunyai putra yang gagah dan tampan, serta seorang putrid yang cantik jelita. Namun, dalam kenyataan, Prabu Banjaransari justru sangat bersedih. Raja Padjajaran itu sedih memikirkan Dewi Angin-angin, putrid yang sangat dibanggakan dan dikasihinya.
          “Kenapa Kanda Prabu selalu tampak murung belakangan ini?” Tanya permaisuri dengan lembut.
          “Benar, Dinda. Aku memikirkan putrimu.”
          “Kenapa dengan Dewi Angin-angin, putrid kita, Kanda?” Tanya permaisuri cemas.
          “Ah, tidak apa-apa, Dinda. Hanya saja, kenapa dia tidak mau segera menikah?”
          “Oh, itu rupanya yang membuat Kanda Prabu resah. Mungkin karena belum ada seorang raja atau pangeran yang cocok di hatinya, Kanda,” jawab permaisuri berusaha menenangkan suaminya.
          “Dinda benar. Namun masalahnya tidak semudah itu” lanjut Raja Padjajaran lagi.
          Prabu Banjaransari kemudian menjelaskan kepada permaisurinya bahwa Kerajaan Padjajaran di ambang kehancuran bila putrinya tidak segera menikah. Para raja muda dan para pangeran itu tentu akan sangat tersinggung bila Dewi Angin-angin menganggap remeh pinangan mereka. Oleh karena itu, Raja Padjajaran itu meminta permaisurinya untuk membujuk putri mereka.
          “Anakku, janganlah engkau selalu mengeraskan hatimu. Pikirkan juga nasib rakyat Padjajaran. Berbahaya sekali jika sampai mereka mengamuk di sini,” kata permaisuri dengan lembut.
          Namun, Dewi Angin-angin tak dapat berkata apa-apa. Dia tidak tahu bagaimana mengatakannya. Dia sama sekali tidak ingin menjadi rebutan para pangeran dan para raja muda.
          Melihat putrinya diam seribu bahasa, Prabu Banjaransari merasa diremehkan. Oleh karena itu, bangkitlah kemarahannya.
          “Baiklah, engkau sama sekali tidak memandangku. Aku pun tak menganggapmu lagi. Hari ini juga engkau harus tinggalkan Padjajaran!” hardik Raja Padjajaran itu tak dapat menahan kemarahannya lagi.
          Permaisuri dan Dewi Angin-angin sangat kaget mendengar keputusan Prabu Banjaransari, tetapi mereka tak mungkin bisa menolak keputusan raja. Mulai hari itu juga,  Dewi Angin-angin pergi meninggalkan Padjajaran. Sang permaisuri mengiringi kepergian putrinya dengan bercucuran air mata.
          “Semoga Dewata Agung selalu melindungimu, anakku,” doa permaisuri dengan hati pilu.
          Sementara itu, Dewi Angin-angin yang tidak mempunyai arah tujuan pasti terus berjalan berhari-hari lamanya menuruti kata hati. Ketika langkahnya sampai di Gunung Kumbang, Putri Padjajaran itu mendapatkan petunjuk gaib agar bertapa di gunung yang angker itu. Tanpa mengenal takut, putrid jelita itu segera mendaki Gunung Kumbang untuk memenuhi petunjuk gaib itu.
          Di puncak gunung angker yang banyak dihuni makhluk halus (bangsa jin) itu, Putri Padjajaran dengan khusyuk memohon kepada para dewa. Satu hal yang diminta oleh putrid Prabu Banjaransari itu adalah agar dia bisa hidup abadi di dunia dan terhindar dari kematian dan tetap cantik jelita.
          Dewi Angin-angin terus bertapa tak kenal waktu. Dia sama sekali tidak peduli lagi dengan keadaan alam sekitarnya. Putri Padjajaran itu benar-benar mempertaruhkan semua yang ada agar keinginannya menjadi nyata.
          Akhirnya, semua yang diidam-idamkan Putri Prabu Banjaransari itu menjadi kenyataan. Dia benar-benar terhindar dari kematian dan bisa hidup abadi di dunia dari generasi ke generasi.
          Tidak hanya itu. Di samping wajahnya tetap cantik jelita, dia juga mendapatkan kesaktian yang tiada tara.
          Namun, sungguh sayang. Semua kebahagiaannya itu harus ditebus dengan pengorbanan yang besar. Dewi Angin-angin kini bukan lagi seorang manusia, tetapi sudah menjadi bangsa jin.
          Bukan hanya itu. Dewi Angin-angin juga harus kehilangan nyawa orang-orang yang dicintainya. Prabu Banjaransari dan permaisuri yang selalu mengharapkannya kembali, akhirnya tidak tahan dan meninggal dalam kesedihan. Adiknya, Raden Mundingwangi yang kemudian menjadi Raja, tak beberapa lama kemudian juga meninggal.
          Dewi angin-angin bertambah sedih ketika mengetahui pengganti Raden Mundingwangi, yaitu Raden Mundingsari akhirnya juga terbunuh. Lebih tragis lagi, pembunuh Raden Mundingsari adalah putranya sendiri, yaitu Raden Ciung Wanara. Dewi Angin-angin akhirnya tidak kuat menahan kesedihan. Dia kemudian meninggalkan Gunung Kumbang dan pergi ke Laut Selatan.
          Di Laut Selatan itu, Putri Padjajaran itu kemudian melampiaskan semua kekecewaan hatinya. Semua makhluk halus (bangsa jin) yang tinggal di Samudera luas tak bertepi itu ditaklukkannya. Setelah itu, Dewi Angin-angin dengan penuh keagungan segera menobatkan dirinya sebagai Raja atau Penguasa di Laut Selatan. Di kemudian hari, orang-orang menyebutnya sebagai Nyai Roro Kidul atau Ratu Laut Selatan.

Kesimpulan :
          Cerita ini, termasuk mite karena berkisah tentang dunia para makhluk halus (bangsa jin).
          Cerita ini member pelajaran kepada kita bahwa takdir atau kodrat Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat dilawan oleh manusia. Apalagi hal itu berkenaan denga umur manusia. Kita sudah sepantasnya bersyukur diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya.



Sumber : Cerita Rakyat Dari Laut Selatan